Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada volume ekspor CPO dan turunannya tahun 2014 mencapai US$ 21,948 Milyar atau setara Rp. 263,376 Triliun, dengan asumsi 1 US$= Rp. 12.000 (Dirjenbun RI, 2014). Dari data tersebut menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit memegang peranan besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia serta menjadi sumber pendapatan dan devisa nasional terbesar selain sektor perminyakan dan tambang. Masalah produktivitas, Indonesia belum mampu mengejar produktivitas setara Malaysia. Produktivitas Indonesia saat ini berada diposisi 3,7 Ton CPO/Ha, sedangkan di Malaysia dilaporkan beberapa perusahaan perkebunan telah mampu mencapai produktivitas 5,5 Ton CPO/Ha. Meskipun begitu, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengejar ketertinggalannya mengingat Indonesia masih memiliki lahan-lahan yang belum berproduksi (TBM) sebesar 2,68 juta hektar (Donough, 2009; Pusdatin, 2014).
Pengusahaan areal kelapa sawit yang demikian luas di Indonesia dikategorikan menjadi tiga: perkebunan rakyat (PR), perkebunan milik negara (PTPN), dan perkebunan besar swasta (PBS). Komposisi luas perkebunan berdasarkan kategori pengusahaannya adalah PR sebesar 41,42%, PTPN sebesar 6,72% dan PBS sebesar 51,86% (Dirjenbun RI, 2014). Dengan komposisi demikian maka kinerja produksi perkebunan kelapa sawit Indonesia dipengaruhi oleh dua kategori utama yaitu, PR dan PBS.
Daerah-daerah pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia terdapat di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, dengan perkembangan yang massif berada di pulau Kalimantan. Pulau Sumatera merupakan daerah pengembangan tradisional kelapa sawit, dimana provinsi Sumatera Utara sebagai pionir. Perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara dilaporkan telah ada sejak tahun 1875 di daerah Deli (Corley, 2003; Mudiyarso et al., 2011).
Pada kondisi saat ini di Sumatera Utara contohnya, produktivitas tertinggi dicapai oleh PBN sebesar 4,29 Ton CPO/Ha, disusul oleh PBS sebesar 4,27 Ton CPO/Ha dan terakhir PR sebesar 3,56 Ton CPO/Ha. Melihat data yang disajikan oleh Dirjenbun RI (2014) ini terlihat bahwa ada gap yang besar antara perkebunan rakyat dengan dua jenis perkebunan lainnya (PBN dan PBS). Namun, masih ada peluang yang cukup besar untuk peningkatan produktivitas pada perkebunan rakyat. Peningkatan ini juga akan berpengaruh terhadap pendapatan petani sehingga berimbas secara langsung pada pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Sumber :
Dirjenbun RI, 2014. Statistik Perkebunan Indonesia: Kelapa Sawit. Dirjenbun RI. Jakarta.
Donough, C.R., C. Witt and T.H. Fairhurst. 2009. Yield Intensification In Oil Palm Plantations Through Best Management Practices. Better Crops Vol. 93 No. 1.
Mudiyarso, Daniel, Sonya Dewi, Deborah Lawrence, Frances Seymour. 2011. Moratorium Hutan Indonesia: Batu Loncatan Untuk Memperbaiki Tata Kelola Hutan?. Working Paper 77. Cifor. Bogor.
Pusdatin, 2014. Outlook Komoditi Kelapa Sawit. Pusdatin-Dirjenbun RI. Jakarta.
No comments:
Post a Comment