Jeruk jepara pertama kali ditemukan oleh J.E. Teijsman pada tanggal 6 Oktober 1854 di pantai Lasem, Rembang. Pada tanggal 24 Agustus 1930 dibuat koleksi khusus di pantai dekat Lendang, Rembang.
Selain ditemukan di Rembang, jeruk Jepara juga dapat ditemukan di Kepulauan Riau dan Vietnam, namun dengan sifat-sifat yang berbeda dengan yang berada di Rembang. Di Riau, Jeruk Jepara ditemukan oleh Ismail Husain di Pulau Ransang Riau pada tahun 1980.
Jeruk Jepara merupakan tanaman berbentuk pohon perdu dengan ketinggian kurang dari 3 meter. Memiliki buah berdiameter 3-5 cm dan terdapat 5 ruangan di dalam buahnya dengan masing-masing ruangan terisi oleh dua biji. Jeruk Jepara memiliki rasa yang asam sedikit asin. Kandungan air di dalam buah Jeruk Jepara cukup sedikit sehingga kurang enak ketika dikonsumsi atau dijadikan minuman.
Jeruk jepara mampu hidup di berbegai kondisi agroekosistem yang kurang menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman lain. Jeruk jepara dapat hidup di tanah berpasir dengan kadar garam yang tinggi, rawa-rawa dekat pantai, dan tepian sungai dekat pantai. Jeruk jepara juga memiliki ketahanan yang tinggi terhadap serangan organisme pengganggu tanaman. Jeruk Jepara memiliki sifat pertumbuhan yang hampir sama dengan tanaman bakau.
Kemampuan jeruk jepara dalam bertahan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman menjadikan jeruk jepara menjadi salah satu bahan/sumber batang bawah untuk bibit yang baik. Umumnya, bibit yang menggunakan jeruk jepara sebagai batang bawah ditujukan untuk mencegah penyakit CVPD.
Anonim. 1994. Mengenal Tanaman Langka Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta.
No comments:
Post a Comment