Pengembangan produksi dan produktivitas tanaman jagung seringkali terkendala serangan Organisme Pengganggu Tanaman yang menyebabkan suatu penyakit. Salah satu penyakit yang banyak memberikan dampak negatif terhadap pengembangan tanaman jagung adalah bulai. Bahkan serangan bulai pada tanaman yang berumur kurang dari 1 bulan dapat menyebabkan pengurangan produksi jagung hingga 100%.
Penyakit bulai memiliki nama yang beragam di berbagai daerah di Indonesia. Di Jawa Tengah, penyakit bulai dikenal dengan nama omo putih, omo londo, dan omo bule. Di Jawa Timur dikenal dengan omo putih dan potehan, sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama omo bados dan hama leur.
Penyakit bulai disebabkan oleh cendawan jenis Peronosclerospora sp. Di Indonesia, P. maydis dan P. philippinensis merupakan spesies yang menyerang jagung dan menyebabkan bulai. Bulai yang disebabkan oleh P. philippinensis berbeda dengan yang disebabkan P. maydis. P. philippinensis menyebabkan daun berklorotik cenderung lebih bergaris-garis, dan batang menjadi lebih pendek serta pipih. Berdasarkan ukuran tubuhnya, P. maydis juga berbeda dengan P. philippinensis. P. maydis memiliki ukuran 12 – 19 x 10 – 23 μm dengan rata-rata 19,2 x 17,0 μm . P. philippinensis ukuran konidiofornya 260 – 580 μm, konidiumnya berukuran 14 – 55 x 8 – 20 μm dengan rata-rata 33,0 x 13,3 μm.
Penyakit bulai dapat terjadi secara sitemik yang kemudian meluas ke seluruh bagian tanaman dan dapat menimbulkan gejala lokal. Luasan serangan bulai tergantung kepada meluasnya cendawan di dalam tanaman yang terinfeksi. Gejala sistemik hanya dapat terjadi ketika cendawan mencapai titik tumbuh. Pada tanaman yang masih muda, daun-daun yang baru saja membuka mempunyai bercak klorotis kecil-kecil. Bercak ini akan berkembang menjadi jalur yang sejajar dengan tulang induk, sehingga cendawan penyebab penyakit berkembang menuju kepangkal daun.Pada umumnya daun di atas daun yang berbecak itu tidak bergejala. Daun-daun yang berkembang sesudah itu mempunyai daun klorotis merata atau bergaris-garis. Di waktu pagi haripada sisi bawah daun terdapat lapisan beledu putih yang terdiri dari konidiofordan konidium. Konidium yang masih muda berbentuk bulat, dan yang sudah masak dapat menjadi jorong.
Secara umum, gejala pada penyakit bulai adalah terdapatnya bercak klorotik memanjang searah tulang daun dengan batas yang tegas, terdapat tepung berwarna putih ada daun yang mengalami klorotik, daun yang bercak menjadi sempit dan kaku, tanaman mengalami pertumbuhan yang lambat bahkan sampai tidak bertongkol, dan terkadang membentuk anakan yang banyak serta daun menggulung dan terpuntir. Ciri lain jagung yang terserang bulai adalah memiliki akar yang kurang berkembang sehingga mudah rebah. Serangan pada tanaman yang masih muda menyebabkan tanaman tidak mampu menghasilkan tongkol. Seranga pada tanaman yang sudah tua menyebabkan tongkol memanjang dengan kelobot yang tidak menutup ujungnya dan hanya memiliki sedikit biji.
Jamur dapat bertahan hidup sebagai mycelium dalam embrio biji yang terinfeksi jika kondisi biji lembab. Bila biji ditanam, jamurnya ikut berkembang dan menginfeksi bibit, selanjutnya dapat menjadi sumber inokulum. Infeksi terjadi melalui stomata daun jagung muda umur di bawah satu bulan jika pada permukaan daun terdapat air gutasi atau tetesan air serta jamur berkembang secara sistemik. Sporangia (konidia) dan sporangiofora dihasilkan pada permukaan daun yang basah dalam gelap. Sporangia berperan sebagai inokulum sekunder. Pembentukan spora patogen membutuhkan udara yang lembab (lebih dari 90%) dan hangat pada suhu sekitar 220 C serta gelap. Produksi sporangia (sporulasi) sangat banyak terjadi pada dini hari antara pukul 03.00 sampai 05.00 (Semangun 1996). selanjutnya oleh tiupan angin di pagi hari, spora tersebut tersebar sampai jarak jauh dan bila spora menempel pada daun jagung muda yang basah, maka dalam waktu satu jam spora tersebut sudah mulai berkecambah dan menginfeksi daun melalui stomata jika ada air gutasi atau embun (Subandi 1996). Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah dan jarang terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi dari 900-1.200m.
Pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung dapat dilakukan dengaan menanam serempak, eradikasi tanaman, menanam varietas jagung tahan bulai, tidak menanam jagung pada peralihan musim, dan menggunakan fungisida berbahan aktif metalaksil.
Respiratory Institut Pertanian Bogor
Semangun,H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press
Surtikanti. 2012. Penyakit bulai pada tanaman jagung. Suara Perlindungan Tanaman (II) 1: 41-48.
No comments:
Post a Comment