Tanaman hias memiliki fungsi yang beragam bagi kehidupan manusia. Selain bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi, keberadaan tanaman hias dapat menjaga kesehatan manusia khususnya kesehatan kejiwaan. Seperti jenis tanaman-tanaman yang lain, tanaman hias juga memerlukan perawatan agar pertumbuhanya optimal dan tetap sehat. Dan yang tidak kalah penting, perawatan dilakukan untuk menjaga penampilan tanaman agar tetap indah. Salah satu perawatan yang dilakukan untuk menjaga penampilan dan optimalnya pertumbuhan tanaman adalah pengendalian terhadap hama tanaman. Hama yang paling banyak menyerang tanaman hias adalah jenis kutu-kutu an. Beberapa kutu yang biasanya menyerang tanaman hias adalah:
1. Kutu kebul (Famili Aleyrodidae)
Aleyrodidae merupakan family kutu kebul yang terdiri dari lebih dari 1500 spesies. Baik kutu kebul jantan maupun betina memiliki dua pasang sayap berupa selaput tipis keputihan. Kebanyakan spesies kutu kebul membentuk benang-benang lilin yang menyelimuti tubuh nimfa dan imagonya.
2. Kutu daun (Famili Aphididae)
Famili aphididae memiliki nama umum kutu daun. Saah satu ciri khas kutu daun adalah adanya sepasang kornikel pada pada ujung abdomen. Imago utu daun yang bersayap dapat ditemui dan dilihat dengan jelas ketika populasi kutu daun tinggi. Semua kutu daun yang berada di Indonesia berjenis kelamin betina. Kutu daun menyukai bagian pucuk tanaman dan daun yang masih muda. Serangan awal kutu daun dimulai dari bagian bawah daun.
3. Kutu perisai (Famili Diaspididae)
Famili Diaspididae memiliki jumlah spesies paling banyak diantara kutu-kutu yang lain. Nama umum famili ini adalah kutu perisai. Kutu perisai betina menghasilkan suatu perisai tebal anti air dan hidup menempel pada tanaman inang. Perisai berfungsi sebagai pelindung dan bisa terpisah dari tubuhnya. Perisai tersebut merupakan eksuvium nimfa instar dua dan kadang-kadang nimfa yang lebih tua. Perisai akan tetap ada sekalipun kutu perisai sudah mati.
4. Kutu tempurung (Famili Coccidae)
Disebut sebagai kutu tempurung karena kutu ini memiliki tempurung di tubuhnya. Tempurung merupakan struktur keras sebagai perlindungan yang tidak bisa lepas dari tubuhnya. Kutu betina memiliki tubuh lebih pipih dan berukuran lebih panjang membulat dengan integument lembut yang terkadang tertutup lilin. Tidak semua kutu tempurung memiliki antenna. Kutu jantan ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap.
5. Kutu putih (Famili Pseudococcidae)
Kutu putih merupakan kutu yang paling banyak dijumpai meyerang tanaman hias. Kutu putih mengeluarkan lilin yang putih yang menutupi permukaan dan sekeliling tubuhnya sehingga tampak berwarna keputihan bila dilihat sekilas. Ada salah satu spesies kutu putih yang memiliki lilin berwarna coklat, yaitu Nipaecoccus nipae. Kutu putih betina berbeda dengan kutu putih jantan. Kutu putih betina memiliki bentuk mirip dengan serangga fase nimfa, tidak bersayap, dan relatif diam menetap. Kutu putih jantan memiliki sayap sehingga lebih sering berpindah tempat. Pada umumnya, kutu putih jantan lebih pendek umurnya daripada yang betina.
6. Kutu kapuk (Famili Margarodidae)
Ukuran tubuh kutu kapuk merupakan yang paling besar diantara kutu-kutu yang lain. Ukurannya dapat mencapai 2 cm. tubuh ditutupi lilin sberbentuk gumpalan-gumpalan seperti bantal. Warna lilin bervariasi, bisa berwarna kuning atau juga berwarna putih. Warna kutikula dan isi tubuh adalah oranye sedangkan antenna berwarna hitam.
Gejala Serangan
Sepanjang hidupnya, kutu hidup di tanaman inangnya. Semua jenis kutu memiliki alat mulut berbentuk stilet yang digunakan untuk menusuk dan menghisap bagian tanaman. kerusakan pada daun dapat berupa nekrosis, malfrmasi danun, dan kematian pucuk tanaman. Kutu tanaman mengeluarkan embun madu dari dalam tubuh yang merupakan sisa pencernaan. Ekskresi ini dikeluarkan melalui struktur berupa cincin anal. Embun madu dimanfaatkan semut sebagai makanannya dan juga akan menjadi media tumbuh cendawan embun jelaga berwarna hitam. Semut dapat membantu kutu tanaman dari serangan musuh alami baik predator atau juga parasitoid.
Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jendral Hortikultura. 2012