Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki beragam jenis topografi dan kedaan iklim yang berbeda-beda. Dengan beragamnya kondisi alam, Indonesia juga memiliki tigkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Beragam jenis tumbuhan tumbuh dan berkembang di Indonesia. Tingginya tingkat keanekargamana hayati menjadikan Indonesia memiliki beragam jenis tumbuhan obat.
Beragam dan mudahnya bahan untuk tumbuhan obat yang sesuai untuk penderita penyakit di Indonesia, rasio resiko-kegunaan yang lebih menguntungkan penderita, dan adanya kelemahan obat-obatan kimia sintetis menjadikan tumbuhan obat memiliki prosepek dan peluang yang tinggi untuk dikembangkan. Potensi yang besar tersebut harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar nantinya dapat memberikan arti bagi pengembangan kesehatan di Indonesia. Harus benar-benar dipikirkan agar penggunaan tanaman obat dapat menunjang kebutuhan akan obat-obatan yang semakin mendesakdan untuk mendapatkan obat pengganti jika resistensi obat terjadi secara meluas.
A. Potensi Produksi Tanaman Obat
Secara umum, bahan baku tumbuhan obat diperoleh dari dua sumber yaitu hasil pemanenan langsung dari alam atau penambangan hutan dan dari hasil budidaya.
1. Produksi tanaman obat hasil penambangan hutan.
Lebih dari 80% tanaman obat yang berada di dunia tumbuh di wilayah Indonesia. Diantara 28.000 spesies tanaman yang ada, sudah ada lebih dari 1000 spesies tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Banyak diantara beragam jenis tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan tersebut sebenarnya bukanlah tanaman budidaya yang utama. Dan bahkan, tidak jarang tanaman obat yang telah dikembangkan tersebut sebenarnya adalah tumbuhan liar ataupun gulma-gulma yang mengganggu tanaman budiaya utama.
Sumber tumbuhan obat hasil hutan untuk industri jamu khususnya di pulau Jawa sebagian besar merupakan hasil dari Taman Nasional Meru Bitri (TNMB) dan Hutan Saradan-Madiun. Potensi tanaman obat yang terdapat di TNMB mencakup 239 jenis tanaman obat yang terbagi ke dalam 78 famili. Masyarakat di wilayah ini sudah memanfaatkan 85 jenis tanaman obat. akibatnya, keberadaan beberapa jenis tanaman obat mulai langka. Beberapa jenis yang mulai langka tersebut adalah pule pandak (Rauwolfia serpentine), bidara upas (Merremia mimosa), jati belanda (Guazuma umifolia), pulasari (Alyxia reindwartii), kemukus (Piper cubeba), dan gadung (Dioscorea hispida). Masyarakat di sekitar Perhutani Saradan, Kabupaten Madiun juga telah memanfaatkan lebih dari 44 jenis tanaman obat.
2. Produksi tanaman obat hasil budidaya
Jenis tumbuhan obat yang telah dibudiayakan petani baru 13 dari sekitar 283 jenis yang direkomendasikan oleh Badan POM, yaitu jahe, legkuas, kunyit, kencur, lempuyang, temulawak, temuireng, kejibeling, dringo, kapulaga, temukunci, mengkudi, dan sambiloto. Wilayah pengambangan tersebar di berbagai sentra produksi antara lain Sumatra Utara, Riau, Jambi, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Daerah penghasil utama adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang mencapai 70-90% dari produksi nasional.
B. Potensi Pasar
1. Industri obat tradisional
Industri obat tradisional dibedakan menjadi 4 kategori yaitu: Industri Obat Besar/Menengah Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Usaha Jamu Racikan, dan Usaha jamu Gendong. Penggunaan bahan baku oleh industri setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Berdasarkan hasil survey Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, pabrikan membeli bahan baku bergantung pada beberapa faktor diantaranya: trend permintaan jamu, harga di pasaran, dan stok yang dimiliki.
Tanaman yang digunakan untuk bahan baku industri obat tradisional ini adalah golongan tanaman rempah seperti lada, pala, jintan, dan ketumbar. Namun, karena digunakan sebagai jamu, maka tanaman-tanaman tersebut digolongkan ke dalam tumbuhan obat. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) cenderung menggunakan bahan tanaman mengarah pada trend pemanfaatan tanaman obat. Industri Obat Besar/Menengah Tradisional (IOT) menghasilkan produk yang sebagian besar dalam bentuk jamu dan bahan baku yang digunakan masih bertumpu pada tanaman yang memiliki khasiat beragam, dibudidayakan dalam skala luas dan system budidayanya relatif telah dilakuan petani.
2. Industri besar dan menengah non jamu
Tumbuhan obat yang digunakan biasanya digunakan untuk industri makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik yang berupa ekstrak bahan alami atau fitofarmaka. Pada industry besar dan menengah non jamu, tanaman obat yang memiliki serapan terbesar adalah ketumbar, kunyit, lengkuas, jahe, sereh wangi, jinten, adas manis, dan temulawak.
3. Ekspor
Beberapa jenis tumbhan obat dan juga jamu telah menjadi komoditas ekspor yang andal untuk menambah devisa Negara. Berdasarkan data ekspor tanaman obat, Hongkong merupakan Negara tujuan utama karena memiliki nilai ekspor yang paling besar. Ekspor tanaman obat setiap tahun ke Hongkong adalah 730 ton. Selanjutnya adalah Jerman dengan ekspor sebesar 155 ton setiap tahun. Negara tujuan lain adalah Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia. Jenis tanaman obat yang yang merupakan komoditas ekspor adalah jahe dan kunyit, baik dalam bentuk segar, kering, maupun olahannya. Ekspor dalam bentuk segar umumnya mengalami penurunan. Akan tetapi, ekspor dalam bentuk olahan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Beragam dan mudahnya bahan untuk tumbuhan obat yang sesuai untuk penderita penyakit di Indonesia, rasio resiko-kegunaan yang lebih menguntungkan penderita, dan adanya kelemahan obat-obatan kimia sintetis menjadikan tumbuhan obat memiliki prosepek dan peluang yang tinggi untuk dikembangkan. Potensi yang besar tersebut harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar nantinya dapat memberikan arti bagi pengembangan kesehatan di Indonesia. Harus benar-benar dipikirkan agar penggunaan tanaman obat dapat menunjang kebutuhan akan obat-obatan yang semakin mendesakdan untuk mendapatkan obat pengganti jika resistensi obat terjadi secara meluas.
A. Potensi Produksi Tanaman Obat
Secara umum, bahan baku tumbuhan obat diperoleh dari dua sumber yaitu hasil pemanenan langsung dari alam atau penambangan hutan dan dari hasil budidaya.
1. Produksi tanaman obat hasil penambangan hutan.
Lebih dari 80% tanaman obat yang berada di dunia tumbuh di wilayah Indonesia. Diantara 28.000 spesies tanaman yang ada, sudah ada lebih dari 1000 spesies tanaman yang telah dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Banyak diantara beragam jenis tumbuhan obat yang telah dimanfaatkan tersebut sebenarnya bukanlah tanaman budidaya yang utama. Dan bahkan, tidak jarang tanaman obat yang telah dikembangkan tersebut sebenarnya adalah tumbuhan liar ataupun gulma-gulma yang mengganggu tanaman budiaya utama.
Sumber tumbuhan obat hasil hutan untuk industri jamu khususnya di pulau Jawa sebagian besar merupakan hasil dari Taman Nasional Meru Bitri (TNMB) dan Hutan Saradan-Madiun. Potensi tanaman obat yang terdapat di TNMB mencakup 239 jenis tanaman obat yang terbagi ke dalam 78 famili. Masyarakat di wilayah ini sudah memanfaatkan 85 jenis tanaman obat. akibatnya, keberadaan beberapa jenis tanaman obat mulai langka. Beberapa jenis yang mulai langka tersebut adalah pule pandak (Rauwolfia serpentine), bidara upas (Merremia mimosa), jati belanda (Guazuma umifolia), pulasari (Alyxia reindwartii), kemukus (Piper cubeba), dan gadung (Dioscorea hispida). Masyarakat di sekitar Perhutani Saradan, Kabupaten Madiun juga telah memanfaatkan lebih dari 44 jenis tanaman obat.
2. Produksi tanaman obat hasil budidaya
Jenis tumbuhan obat yang telah dibudiayakan petani baru 13 dari sekitar 283 jenis yang direkomendasikan oleh Badan POM, yaitu jahe, legkuas, kunyit, kencur, lempuyang, temulawak, temuireng, kejibeling, dringo, kapulaga, temukunci, mengkudi, dan sambiloto. Wilayah pengambangan tersebar di berbagai sentra produksi antara lain Sumatra Utara, Riau, Jambi, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Daerah penghasil utama adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang mencapai 70-90% dari produksi nasional.
B. Potensi Pasar
1. Industri obat tradisional
Industri obat tradisional dibedakan menjadi 4 kategori yaitu: Industri Obat Besar/Menengah Tradisional (IOT), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Usaha Jamu Racikan, dan Usaha jamu Gendong. Penggunaan bahan baku oleh industri setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Berdasarkan hasil survey Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, pabrikan membeli bahan baku bergantung pada beberapa faktor diantaranya: trend permintaan jamu, harga di pasaran, dan stok yang dimiliki.
Tanaman yang digunakan untuk bahan baku industri obat tradisional ini adalah golongan tanaman rempah seperti lada, pala, jintan, dan ketumbar. Namun, karena digunakan sebagai jamu, maka tanaman-tanaman tersebut digolongkan ke dalam tumbuhan obat. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) cenderung menggunakan bahan tanaman mengarah pada trend pemanfaatan tanaman obat. Industri Obat Besar/Menengah Tradisional (IOT) menghasilkan produk yang sebagian besar dalam bentuk jamu dan bahan baku yang digunakan masih bertumpu pada tanaman yang memiliki khasiat beragam, dibudidayakan dalam skala luas dan system budidayanya relatif telah dilakuan petani.
2. Industri besar dan menengah non jamu
Tumbuhan obat yang digunakan biasanya digunakan untuk industri makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik yang berupa ekstrak bahan alami atau fitofarmaka. Pada industry besar dan menengah non jamu, tanaman obat yang memiliki serapan terbesar adalah ketumbar, kunyit, lengkuas, jahe, sereh wangi, jinten, adas manis, dan temulawak.
3. Ekspor
Beberapa jenis tumbhan obat dan juga jamu telah menjadi komoditas ekspor yang andal untuk menambah devisa Negara. Berdasarkan data ekspor tanaman obat, Hongkong merupakan Negara tujuan utama karena memiliki nilai ekspor yang paling besar. Ekspor tanaman obat setiap tahun ke Hongkong adalah 730 ton. Selanjutnya adalah Jerman dengan ekspor sebesar 155 ton setiap tahun. Negara tujuan lain adalah Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia. Jenis tanaman obat yang yang merupakan komoditas ekspor adalah jahe dan kunyit, baik dalam bentuk segar, kering, maupun olahannya. Ekspor dalam bentuk segar umumnya mengalami penurunan. Akan tetapi, ekspor dalam bentuk olahan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Anonim. 2013. Pedoman Bahan Saintifikasi Jamu. Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, Jakarta.
No comments:
Post a Comment