Revolusi industri telah melahirkan beragam teknologi modern yang membuat hampir semua yang bisa dilakukan manusia menjadi lebih cepat. Berkembangnya teknologi industri juga merambah ke bidang pertanian dengan ditemukannya beragam pupuk organik, pestisida, dan mesin-mesin untuk mekanisasi pertanian. Dilihat dari satu sudut pandang dan dari satu dimensi waktu, penemuan teknologi di bidang pertanian tersebut telah mampu meningkatkan produktivitas lahan secara signifikan. Secara agroindustri, kenaikan produksi pertanian per satuan waktu juga memberikan keuntungan yang lebih besar. Akan tetapi, ketika dilihat dari sisi dan dimensi waktu yang lain, penggunaan teknologi pertanian yang dikatakan modern tersebut telah membawa dampak negatif yang tidak sedikit tingkat kerugian yang ditimbulkannya.
Penggunaan pupuk anorganik memang mampu menaikkan produksi per satuan luas per satuan waktu dalam waktu yang singkat. Akan tetapi, pupuk tersebut membuat struktur tanah menjadi lebih padat yang berakibat pada berkurangnya kemampuan tanah dalam menahan air, dan kesulitan dalam ditembus akar. Secara kimia, tanah akan menjadi lebih asam yang menyebabkan tanah menjadi kaya akan Fe dan Al yang akan meracuni tanaman. Akibatnya, pertumbuhan maksimal yang diharapkan malah menjadi gangguan pertumbuhan yang menyebabkan hasil tanaman berkurang.
Penggunaan pestisida yang berlebihan dalam jangka panjang juga memuat ketidak seimbangan dalam ekosistem pertaian. Selain banyak hewan bukan sasaran yang mati karena penggunaan pestisida berlebihan, penggunaan pestisida telah membuat hama menjadi semakin resisten terhadap pestisida sehinga untuk mengendalikannya diperlukan dosis pestisida yang lebih banyak lagi. Semakin banyak pestisida yang diaplikasikan semakin banyak pula akumulasinya di lapangan yang pada akhirnya juga dapat merusak ekologi dan mengganggu kesehatan manusia.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut dan beberapa alasan yang lainnya, kemudian mulai muncul konsep pertanian lingkungan. Dalam konsep pertanian lingkungan, bahan kimia tidak serta merta ditinggalkan. Yang dilakukan hanyalah mengkombinasikan antara pertanian kimia dengan pertanian biologi dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Seiring berjalnnya waktu, kesadaran akan pertanian yang dramah lingkungan semakin tinggi yang dapat dilihat dari munculnya asosiasi-asosiasi pertanian organi seperti IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement).
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) dipakai pertama kali oleh pakar FAO sebagai sinonim dari agroekosistem. Agroekosistem merupakan modifikasi ekosistem alamiah ekosistem alamiah dengan dengan sentuhan campur tangan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Pada tahun yang sama istilah agroekosistem didefinisikan sebagai upaya untuk memadukan produktivitas, stabilitas, dan pemerataan.
Pada dasarnya, sustainable mengandung dua makna besar yaitu maintenance dan prolong. Artinya suatu sistem pertanian yang mampu menjaga atau merawat dalam jangka waktu yang panjang. Manjaga atau merawat di sini adalah mamapu memberikan hasil yang tetap tinggi dalam jangka waktu yang lama, bukan seperti saat ini dimana hasil tinggi ketika awal pemberian input, baru setelah itu hasilnya merosot dengan tajam,
Menurut Nasution (1995) pertanian berkelanjutan adalah kegiatan pertanian yang memaksimalkan manfaat sosial dan pengelolaan sumber daya biologis dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup, dan produktivitas sumber daya sepanjang masa. Menurut Reintjes (1999), pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meingkatkan kualitas leingkungan dan melestarikan sumber daya alam.
Jadi, pada intinya, pertanian berkelanjutan bukanlah merupakan suatu teknologi yang benar-benar baru. Pertanian berkelanjutan lebih mengarah kepada sistem pertanian awal dimana masih menggunakan cara-cara yang tradisionol seperti penggunaan bahan-bahan organik untuk pemupukan. Pertanian berkelanjutan hanya merupakan reaktualisasi dari sistem pertanian yang lestari.
refferensi:
Nasution, L.I. 1995. Pertanian Berkelanjutan dalam Kaitannya dengan Kegiatan Pendidikan Tinggi Pertanian. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Salikin, K.A. 3003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment