Lebih dari 90% tubuh tumbuhan berupa air. Air ini
berpartisipasi, baik secara langsung maupun tidak langsung pada semua reaksi
metabolik. Molekul-molekul air satu dengan yang lainnya saling berasosiasi
(kohesi) dan melekat pada permukaan berbagai jenis benda (adesi). Karena adanya
kohesi dan adesi ini air bergerak naik dalam tumbuhan. Dalam tubuh tumbuhan
zat-zat dapat terdistribusi kedalam tubuh melalui 3 cara yaitu difusi, osmosis,
dan imbibisi. Pergerakan bahan ke dalam tumbuhan dari sekelilingnya dilakukan
terutama melalui difusi. Misalnya adalah gas karbondioksida dan oksigen dari
atmosfer berdifusi ke dalam tumbuhan melalui stomata, kemudian air serta
garam-garam mineral juga memasuki tubuh tumbuhan dengan jalan difusi. Osmosis dipandang
sebagai tipe difusi khusus yang melibatkan pergerakan air melalui membran semi
permeable dari daerah konsebtrasi air tinggi ke daerah dngan konsentrasi air
rendah. Adanya peristiwa osmosis inilah yang menyebabkan terjadinya plasmolisis
pada sel tumbuhan (Mimbar, 1991).
Faktor yang penting dalam sistem osmotik yang
sebenarnya berlawanan dengan osmometer sempurna. Pada waktu air berdifusi
melintasi membran pada sistem yang sebenarnya, air itu tidak hanya menyebabkan
naiknya tekanan, tapi juga mengencerkan larutan. Dengan adanya kejadian itu,
potensial osmotik dalam larutan meningkat (membuatnya kurang negatif) sehingga
tekanan yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan akan kurang dibandingkan
dengan semula diperkirakan dari potensial osmotik awal. Potensial osmotik
larutan bernilai negatif, karena air pelarut dalam laruan itu melakukan kerja
kurang dari air murni (Salisbury dan Ross, 1995).
Jika sel tumbuhan
diletakkan di larutan garam terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti
ini layu. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis:
tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding
sel, menyebabkan adanya
jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya cytorrhysis - runtuhnya
seluruh dinding sel - dapat terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan
untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara
berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik. Proses sama pada sel hewan disebut krenasi. Cairan di dalam sel hewan keluar karena
peristiwa difusi. Plasmolisis
hanya terjadi pada kondisi ekstrem, dan jarang terjadi di alam. Biasanya
terjadi secara sengaja di laboratorium dengan meletakkan sel pada larutan
bersalinitas tinggi atau larutan gula untuk menyebabkan ekosmosis, seringkali menggunakan tanaman Elodea atau sel epidermal bawang yang memiliki pigmen warna sehingga proses dapat diamati dengan jelas
(Anonim, 2009).
Dalam difusi air menjadi
medium gerakan hara terlarut. Zat hara terlarut bergerak dari tempat yang
berlarutan lebih pekat (tanaman yang osmosanya tinggi) ke tempat yang
berlarutan lebih encer (tekanan osmosa rendah). Akar menyerap larutan hara,
sehingga larutan tanah di sekitar akar menjadi encer dari yang berada jauh dari
akar. Timbul suatu landaian kepekatan larutan hara, yang menjadi
pengaendali gerakan difusi zat hara
terlarut menuju akar. Dalam serapan langsung oleh akar, ion hara di serap akar
lewat pertukaran ion antara akar dan larutan tanah atau antara akar dan kompleks jerapan tanah. Ion hara yang sampai
permukaan akar melalui antara aliran massa atau difusi juga di serap dengan
pertukaran ion. Aliran massa dan difusi memperluas jangkauan akar memperoleh
hara, karena dengan dua macam bantuan mekanisme tersebut zat hara tidak perlu
menepel pada permukaan akar untuk dapat di serap. Kalau sampai menempel dapat
merusak akar . (Tejoyuwono, et. al.,
2006).
Makin besar perbedaan
konsentrasi air pada kedua sisi dinding selaput, makin besar kecenderungan
terjadinya osmosis, dan dengan demikian makin besar tekanan osmosis. Dan jika
kolom molase itu berhenti naik, kita mendapatkan suatu ukuran kasar tentang
besarnya tekanan osmosis sistem tersebut. Tekanan berat dari kolom air akhirnya
mengimbangi tekanan osmosis dan dengan demikian proses osmsis berhenti. Konsentrasi
disebelah menyebelah selaput masih belum sama. Tetapi peningkatan tekanan pada
permukaan dalam dari selaput yang disebabkan oleh berat kolom molase,
menyebabkan molekul air terdesak kembali melalui pori selaput. Jika kecepatan
desakan keluar air ini seimbang dengan masuknya air yang disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi, maka proses osmosis berhenti (Muslimah, et. al., 2002).
Respon dari potensial osmotic
untuk merubah potensial air dalam spikelet dan genotipe daun-daun gandum telah
dipelajari dalam sebuah kontrol lingkungan. Terbukti bahwa ada penyesuaian
osmotik di dalam daun oleh genotipe tertentu, inilah yang nampak terjadi dalam
spikelet untuk semua genotipe. Spikelet juga berbeda dengan daun-daun yang
potensial osmotik pada tekanan turgor penuhnya senantiasa tinggi. Selama
pertumbuhan, level dari potensial osmotik diamati di dalam spikelet dari
beberapa gen hingga 1.1 M.Pa lebih besar dari penyesuaian potensial air
(Morgan, 2006).
sumber:
Anonim. 2009. Plasmolisis.
<http://id.wikipedia.org//>.
Diakses tanggal 14 Maret 2009.
Mimbar, S.M. 1991.
Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Lembaga Penelitian Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
Morgan, J.M. 2006. Osmotic adjustment in the spikelets and leaves of
wheat. Journal of Experimental Botany, Agric. Res. Cent., Tamworth,N.S.W., Australia
2340.
Muslimah, H., Soenoeng, S., Bako.,D. Sriwidodo. 2002. Masa dormansi
beberapa varietas /galur padi. Jurnal Agrikam 7(2):
25-27.
Tejoyuwono, N., Soeprapto, S., dan Endang, S., 2006. Pengelolaan kesuburan tanah dan peningkatan efisiensi
pemupukan. Jurnal Ilmu Tanah 19 (2): 28- 33.
No comments:
Post a Comment