Pengujian daya kecambah adalah
mengecambahkan benih pada kondisi yang sesuai untuk kebutuhan perkecambahan
benih tersebut, lalu menghitung presentase daya berkecambahnya. Persentase daya
berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang telah menghasilkan
perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu.
Tujuan dari pengujian daya berkecambah adalah memperoleh informasi nilai penanaman benih dilapangan, membandingkan kualitas benih antar seedlot (kelompok benih), menduga storabilitas (daya simpan) benih, dan memenuhi apakah nilai daya berkecambah benih telah memenuhi peraturan yang berlaku (Siregar dan Utami, 2004).
Tujuan dari pengujian daya berkecambah adalah memperoleh informasi nilai penanaman benih dilapangan, membandingkan kualitas benih antar seedlot (kelompok benih), menduga storabilitas (daya simpan) benih, dan memenuhi apakah nilai daya berkecambah benih telah memenuhi peraturan yang berlaku (Siregar dan Utami, 2004).
Kecambah
abnormal adalah kecambah yang tidak memperlihatkan potensi untuk berkembang
menjadi kecambah normal. Kecambah di bawah ini digolongkan ke dalam kecambah
abnormal adalah kecambah rusak (kecambah yang struktur pentingnya hilang atau
rusak berat. Plumula atau radikula patah atau tidak tumbuh). Kecambah cacat
atau tidak seimbang adalah kecambah dengan pertumbuhan lemah atau kecambah yang
struktur pentingnya cacat atau tidak proporsional. Plumula atau radikula tumbuh
tidak semestinya yaitu plumula tumbuh membengkok atau tumbuh kebawah, sedangkan
radikula tumbuh sebaliknya. Kecambah lambat adalah kecambah yang pada akhir
pengujian belum mencapai ukuran normal. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan
kecambah benih normal kecambah pada benih abnormal ukurannya lebih kecil
(Rejesus, 2008).
Benih yang tidak berkecambah
adalah benih yang tidak berkecambah sampai akhir masa pengujian, yang digolongkan
menjadi benih segar tidak tumbuh, benih
keras, dan benih mati. Benih segar tidak tumbuh adalah benih, selain benih
keras, yang gagal berkecambah namun tetap baik dan sehat dan mempunyai potensi
untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Benih dapat menyerap air, sehingga dapat
terlihat benih tampak mengembang. Namun tidak ada pemunculan struktur penting
dari perkecambahan benih. Dan jika waktu penyemaian diperpanjang benih akan
tumbuh normal. Benih keras adalah benih yang tetap keras sampai akhir masa pengujian.
Benih tersebut tidak mampu menyerap air terlihat dari besarnya benih tidak
mengembang, dan jika dibandingkan dengan benih segar tidak tumbuh ukuran benih
keras lebih kecil. Hal ini disebabkan karena kulit benih yang impermeabel
terhadap gas dan air. Benih mati adalah benih yang sampai pada akhir masa
pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat
dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak
kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang
benih. Disebabkan karena pada saat kultur teknis dilepangan tanaman yang
menajdi induk talah terserang hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut
berpotensi membawa penyakit dari induknya (Ryoo and Cho, 2002).
Dormansi benih berhubungan
dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi
lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat
terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk
dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Suwandi et al., 1995).
Benih merupakan
biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman. Pada budidaya
tanaman pangan utama yang merupakan tanaman serealia, benih sebagai penyambung
kehidupan tanaman sangatlah penting. Oleh karena itu mutu benih harus
diketahui sebelum petani menanam, untuk mencegah kegagalan petani (Bewley and
Black, 1978).
Benih yang digunakan dalam budidaya tanaman dituntut yang bermutu tinggi,
yaitu sehat dan bersih, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang
berproduksi optimum dengan sarana teknologi yang maju. Petani sering
mengalami kerugian baik biaya maupun waktu akibat penggunaan benih yang kurang
baik. Karena kita beritikad hendak melindungi petani dari kegagalan benih
maka pengujian benih perlu dilakukan. Salah satu faktor yang mengukur kualitas
benih adalah persentase perkecambahan (Halmer, 1987).
sumber:
Bewley, J. D., and M. Black. 1978. Physiology and
Biochemistry of Seeds. Springer- Verlag,
New York.
Halmer, P. 1987. Technical and
Commercial Aspects of Seed Pelleting and Film Coating. British Crop Protection Council, Thorton Heath.
Rejesus, B.M. 2008. Stored Product Pest Problems and Research Needs in the
Philip- pines. Proceeding of Biotrop
Symposium on Pest of Stored Procuct, Bogor.
Ryoo, M.I. and H.Q. Cho. 2002. Feeding and oviposition preference and
demography of rice weevil. Entomol 21:
549-555.
Siregar,
H. dan N.W. Utami. 2004. Perkecambahan
biji Kenari Babi(Canarium decumanum Gaertn.).
Jurnal Kebun
Raya Indonesia (8)1 :25-29,
Suwandi, N. Sumarni dan F.A. Bahar. 1995. Aspek Agronomi Cabai. Penebar Swadaya, Jakarta.
materinya sangat membantu.
ReplyDeleteterima kasih