Cekaman kekeringan merupakan salah
satu kendala pada budi daya kedelai. Besarnya penurunan hasil biji akibat
cekaman kekeringan bergantung pada fase pertumbuhan dan spesies tanaman. Pada
tanaman sayuran, cekaman terjadi pada potensial air berkisar -0.5 MPa. Untuk
tanaman pangan dan hijauan ternak, pertumbuhan yang baik masih dapat terjadi
pada kondisi potensial air mendekati -1.6 MPa. Cekaman -0.06 MPa pada kedelai
dilaporkan telah menghambat proses perkecambahan benih (Widoretno et al., 2002).
Perkembangan
tanaman budidaya. Respon tumbuhan terhadap kekurangan air dapat dilihat pada
aktivitas metabolismenya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya, atau
produktivitasnya. Pertumbuhan sel merupakan fungsi tanaman yang paling sensitif
terhadap kekurangan air. Kekurangan air akan mempengaruhi turgor sel sehingga
akan mengurangi pengembangan sel, sintesis protein, dan sintesis dinding sel
(Gardner et al., 1991). Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif
adalah berkembangnya daun-daun yang ukurannya lebih kecil, yang dapat
mengurangi penyerapan cahaya. Kekurangan air juga mengurangi sintesis klorofil
dan mengurangi aktivitas beberapa enzim (misalnya nitat reduktase). Kekurangan
air justru meningkatkan aktivitas enzim-enzim hidrolisis (misalnya amilase)
(Solichatun et al., 2005).
Ketersediaan
air yang berbeda akan menghasilkan kadar saponin yang berbeda pula.
Ketersediaan air yang rendah (40%) memberikan kadar saponin umbi yang
tertinggi. Semakin tinggi tingkat ketersediaan air, maka kadar saponin umbi
akan semakin menurun. Demikian pula untuk kadar saponin total. Saponin
merupakan salah satu metabolit sekunder. Metabolit sekunder secara umum akan
meningkat akumulasinya di dalam tubuh tanaman pada saat tanaman mengalami
cekaman lingkungan (termasuk cekaman kekeringan) (Hopkins, 1999).
Salah
satu mekanisme ketahanan terhadap adanya cekaman kekeringan adalah menghindar
atau escape dari kondisi cekaman tersebut. Mekanisme morfo-fisiologis tanama
untuk menghindar dari cekaman kekeringan adalah adanya kemampu-an tanaman
memanjangkan akarnya untuk mencari sumber air jauh dari permukaan tanah pada
saat terjadi cekaman kekeringan di areal dekat permukaan tanah. Hal tersebut
dijumpai pada tanaman ubijalar yang mampu memanjangkan akarnya lebih dari 2 m
menembus kedalaman tanahuntuk mendapatkan air pada saat kemarau panjang
(Onwueme, 1978).
Mekanisme
ketahanan terhadap kekeringan yang lain adalah kemampuan menghasilkan senyawa
osmotikum seperti prolin dan asam-asam organik yang berfungsi dalam proses
penyesuaian osmotic (Djazuli, 2010). Untuk mempertahankan potensial air
tersebut, tanaman meningkatkan kadar senyawa osmotikum seperti prolin, asam
amino, dan asam-asam organik yang berfungsi dalam proses penyesuaian osmotik
pada kondisi kekeringan (Farooq et al.,
2009).
Bahan
dasar pembentukan asam amino prolin adalah nitrogen dan hasil asimilat. Hal ini
menyebabkan kandungan prolin pada umur 7 bulan lebih tinggi dibanding pada umur
5 bulan, sebab cadangan hasil asimilat lebih banyak pada umur 7 bulan. Namun,
pada kondisi normal (tanaman tidak mengalami cekaman kekeringan), konsentrasi
prolin akan selalu rendah (Lakitan, 2000). Pada kondisi kekeringan oksidasi
prolin akan dihambat sehingga produksi prolin akan bertambah dan dengan adanya
gen P5CS produksi prolin semakin meningkat karena enzim P5CS memicu
katalisis glutamat menjadi prolin. Oleh sebab itu adanya akumulasi prolin dapat
menjadi indikator tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas tinggi
(Khaerana et al., 2008).
Farooq,
M., A. Wahid, N. Kobayasi, and D. Fujito. 2009. Plant drought stress: effect,
mechanism, and management. Agronomy Sustainable Develompent 29: 185-212.
Gardner,
F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 2008. Physiology of Crop Plants
(Fisiologi Tanaman Budidaya. Alih Bahasa: Herawati Susilo). Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Djazuli, M. 2010. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dari
beberapa karakter morfo-fisiologi tanaman nilam. Buletin Littro 21:8-17.
Hopkins, W. 1999. Introduction to Plant Physiology. John Willey and
Sons Inc., Toronto.
Khaerana, M., Ghulumahdi, dan E.D. Purwakusumah.2008. pengaruh cekaman
kekeringan dan umur panen terhadap pertumbuhan dan kandungan xanthorizol
temulawak. Buletin Agronomi 36: 241-247.
Lakitan, B. 2000. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Onwuewe, I.C. 1978. The Tropical Tubber Crop: Yams, Cassava,
Swetpotato, and Cocoyam. John Willey and Sons Inc., Toronto.
Solicatun, E. Anggarwulan, dan W. Mudyantiri. 2005. Pengaruh
ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan kandungan bahan aktif saponin tanaman
ginseng jawa. Biofarma 3: 47-51.
Widoretno,
W., E. Guhardjo, S. Ilyas, dan Sudarsono. 2002. Efektivitas polietilen glikol
untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringanpada
fase perkecambahan. Hayati 9: 33-36.
No comments:
Post a Comment