Stomata adalah
bukaan pada epidermis yang sebagian besar terdapat pada bawah daun dan
meregulasi pertukaran gas. Stomata dibentuk oleh dua sel epidermis yang
terspesialisasi yang disebut sel penjaga yang meregulasi besarnya diameter
stomata. Stomata juga terdistribusi secara spesisfik berdasarkan spesies
(Anonim,2009).
Kekurangan air di dalam jaringan tanaman dapat disebabkan oleh kehilangan air yang berlebihan
pada saat transpirasi melalui stomata dan sel lain seperti kutikula atau
disebabkan oleh keduanya. Namun lebih dari 90% transpirasi terjadi melalui
stomata di daun. Selain berperan sebagai alat untuk penguapan, stomata juga
berperan sebagai alat untuk pertukaran CO2 dalam proses fisiologi yang
berhubungan dengan produksi. Stomata terdiri atas sel penjaga dan sel penutup
yang dikelilingi oleh beberapa sel tetangga. Mekanisme menutup dan membuka-nya
stomata tergantung dari tekanan turgor sel tanaman, atau karena perubahan
konsentrasi karbondioksida, berkurangnya cahaya dan hormon asam absisat.
Stomata berperan penting sebagai alat untuk adaptasi tanaman terhadap cekaman
kekeringan. Pada kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai
upaya untuk menahan laju transpirasi. Senyawa yang banyak berperan dalam
membuka dan menutupnya stomata adalah asam absisat (ABA). ABA merupakan senyawa
yang berperan sebagai sinyal adanya cekaman kekeringan sehingga stomata segera
menutup. Mekanisme membuka dan menutup
stomata pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan sangat efektif
sehingga jaringan tanaman dapat menghindari kehilangan air melalui penguapan (Lestari,
2006).
Swainsona formosa
adalah tanaman legum asli Australia yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman
hias dalam bentuk bunga gantung, tanaman pot ataupun sebagai bunga potong.
Dibandingkan dengan tanaman normal, S.formosa
tetraploid memiliki ukuran luas daun yang lebih besar, bukaan stomata yang
lebih lebar namun kerapatan stomata persatuan luas yang lebih rendah, ukuran
bunga yang lebih besar dengan tangkai yang lebih panjang dan diameter serbuk
sari yang lebih lebar dengan tingkat viabilitas yang lebih rendah. (Zuriat,
2004).
Intensitas cahaya yang optimal
akan mempengaruhi aktivitas stomata untuk menyerap CO2, makin tinggi
intensitas cahaya matahari yang diterima oleh permukaan daun tanaman, maka
jumlah absorpsi CO2, relatif makin tinggi pada kondisi jumlah curah
hujan cukup, tetapi pada intensitas cahaya matahari diatas 50% absorpsi CO2
mulai konstan. (Nasaruddin, 2002).
Kepadatan stomata dapat
ditunjukkan dengan kondisi perubahan konsentrasi karbondioksida. Karbondioksida
dan intensitas cahaya merupakan adalah satu-satunya faktor yang diketahui dapat
digunakan untuk mengendalikan perkembangan stomata dari sel epidermis. Efek
dari karbondioksida, pada pertumbuhan daun dapat diketahui dengan mengukur
indeks stomata (IS), yang menggambarkan rasio antara banyaknya stomata dengan
jumlas sel pada permukaan daun (Johnson et.al.,
2002).
Aktivitas stomata terjadi
karena hubungan air dari sel-sel penutup dan sel-sel pembantu. Bila sel-sel
penutup menjadi turgid dinding sel yang tipis menggembung dan dinding sel yang
tebal yang mengelilingi lobang (tidak dapat menggembung cukup besar) menjadi sangat
cekung, karenanya membuka lobang. Oleh karena itu membuka dan menutupnya
stomata tergantung pada perubahan-perubahan turgiditas dari sel-sel penutup,
yaitu kalau sel-sel penutup turgid lobang membuka dan sel-sel mengendor
pori/lobang menutup (Halim, 2009).
Stomata membuka
karena meningkatnya pencahayaan (dalam batas tertentu) dan peningkatan cahaya
menaikkan suhu daun sehingga air menguap lebih cepat naiknya suhu membuat udara
mampu membawa lebih banyak kelembaban sehingga transpirasi meningkat dan akan mempengaruhi
bukaan stomata. (Salisbury
dan Ross, 1995).
Stomata akan membuka jika
kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan tekanan turgor sel penjaga disebabkan
oleh masuknya air kedalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke
sel lainnya akan selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel
ke potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung
pada jumlah bahan yang terlarut (solute) didalam cairan sel tersebut. Semakin
banyak bahan yang terlarut maka potensi osmotic sel akan semakin rendah. Dengan
demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap, maka secara keseluruhan
potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air masuk ke sel penjaga, maka
jumlah bahan yang terlarut di dalam sel tersebut harus ditingkatkan (Lakitan,
1993).
sumber:
Anonim. 2009. Stomata. <http://www.en.wikipedia.org//>.
Diakses tanggal 5 April 2009.
Halim, A. 2009.
Mekanisme Kerja, Biosintesis, dan Peranan Stomata Dalam Metabolisme. <http://agushalim.blogspot.com/>.
Diakses tanggal 4 April 2009.
Johnson, D.M., W.K.Smith, M.R. Silman. 2002.
Climate-independent paleoaltimetry using stomatal density in fossil leaves as a
proxy for CO2 partial pressure. Department of Biology, Wake Forest University , Winston-Salem ,
North Carolina 27109-7325 ,
USA .
Lestari, E.G. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan
ketahanan kekeringan pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64. Jurnal
Biodiversitas 7(1): 44-48.
Nasaruddin. 2002. Aktivitas
beberapa proses fisiologis tanaman kakao muda di lapang pada berbagai naungan buatan.
Jurnal Agrisistem. 2(1).
Salisbury, F.B, dan C.W.
Ross. 1995. Plant Physiology (Fisiologi Tumbuhan, alih bahasa: D.R.
Lukman dan Sumaryono). ITB, Bandung .
Zuriat. 2004. Jurnal pemuliaan Indonesia ISSN 0853-0808. Perhimpunan
Ilmu Pemuliaan Indonesia .
15(1).
No comments:
Post a Comment